Selasa, 20 April 2021

Jangan Salah dalam Mahabbah



Konon, cinta adalah segalanya. Cinta adalah elemen kasih sayang. Cinta adalah energi pembangkit kekuatan.

Barangkali, begitulah setidaknya para pujangga mendefinisikan cinta. Namun, inti dari cinta adalah landasan segalanya. Begitulah isi maqolah Syekh Muhammad Sholeh Al-Utsamin: "landasan segala dari maha segala adalah mahabbah".

Bagi para pemuda-pemudi, cinta mungkin merupakan hal primer dalam kamus hidupnya. Entah cinta kepada harta, tahta, ataupun wanita. Namun, tak banyak dari mereka yang terjerumus ke dalam lembah cinta. Sejatinya terjerumus ini bukan karena cintanya. Namun, karena salah dalam memahami mahabbah. Sehingga menjadi wajar jika cinta harta malah berakhir di penjara. Cinta tahta malah membuat diri celaka. Cinta wanita justru membuatnya hamil sebelum waktunya.

Cinta? Apa itu cinta? Di tulisan ini saya bukan hendak mendefinisikan sebuah cinta. Karena saya pun sadar hingga kini belum tahu apa makna cinta. Namun, seenggaknya cinta adalah hal baik dan pasti mempunyai maksud sangat baik. Begitulah kesimpulan dari beberapa artikel yang pernah saya baca.

Oleh Ibnu Qayyim Al-jauziyah, sang pakar cinta, cinta dibagi menjadi empat macam.

Pertama, Mahabbatullah, yaitu cinta kepada Allah.

Cinta kepada Allah adalah hal yang wajib, sebagai bentuk perwujudan dari iman dan mengesakan Allah. Mencintai Allah dengan sebenar-benarnya cinta sungguh sangatlah sulit. Meski banyak dari kita mengaku cinta kepada-Nya, tapi itu tak lebih karena mengikuti orangtua kita yang juga mengaku cinta kepada Allah. Banyak dari para sufi yang telah mencapai maqam ini seperti Syekh Siti Jenar, Syekh Abdul Qadir Jailani, Al-ghazali dan lain-lain. Untuk bisa  mencapai maqam ulama-ulama yang sudah disebutkan tadi, baca sendiri tuh manaqib atau biografi beliau. Hehehe….

Kedua, mencintai apa yang dicintai Allah.

Dari cinta inilah manusia menemukan jalan menuju cahaya Islam dan keluar dari jurang kenonislaman. Begitu setidaknya dawuh dari Ibnu Qayyim. Dalam Alquran, Allah banyak firmankan terkait hal yang kedua ini, salah satunya seperti ayat ini:

وَأَحْسَنُوا أنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

"Berbuat baiklah kamu, karena Allah mencintai mereka yang berbuat baik". Dan pada ayat-ayat lainnya.

Ketiga, cinta karena dan untuk Allah.

Di bagian inilah yang sangat bersentuhan langsung dengan para anak muda. Sehingga muncul jargon "cintai aku karena Allah" wa akhowatiha. Cinta pada bagian ini adalah anak dari cinta pada bagian pertama. Pasalnya, tak mungkin kita cinta kepada sesama karena Allah jika kita tak mencintai Allah. Oleh karenanya menjadi tamancoklah mereka yang menyatakan "cinta karena Allah" namun dirinya sendiri tak mencintai Allah.

Nabi bersabda, yang intinya: tiga hal yang membuat seseorang bakal merasakan manisnya iman. Pertama cinta kepada Allah beserta Rasul-Nya, jauh dari selain Allah dan Rasul. Kedua tidak mencintai seseorang kecuali dia mencintai Allah. Dan ketiga benci kepada kekafiran setelah Allah mengeluarkannya. (HR. Bukhori dan Muslim).

Keempat, mencintai Allah sekaligus mencintai apa yang Allah benci.

Inilah cinta yang dapat menjerumuskan kepada kekufuran. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 165. Lihat sendiri kalau gak percaya. Contoh kecilnya seperti kita mengaku cinta kepada-Nya namun di lain sisi juga cinta kepada selain Allah. Kalau dibawa pada percintaan remaja, kita cinta satu cewek, di lain hal kita juga cinta kepada cewek lain, kan berabe.

Dari beberapa bagian cinta di atas kamu di nomer berapa dan berapa? Hah? Cukup dulu sampai sini karena perutku sudah memberontak supaya segera diberi makan, agar masuk pada bagian ketiga hehehe...


Oleh Musthafa Kamal, Redaktur buletin Al-khidmah 

Tulisan ini pernah tayang di akun Facebook Musthafa Kamal Atthaturk pada 28 mei 2020

Gambar oleh S. Hermann & F. Richter dari Pixabay 

3 komentar: