"Tatapan seorang bergaun putih"
Tatapan itu yang menatapku
Tanpa berkedip
Dalam isyaratnya ada doa di sepertiga malam
Dan aku harus menjemputnya
~Fha
Pagi kala itu, kala kulihat bidadari bermata indah berjalan anggun di
depan masjid.
Cara ia mengalunkan kaki sangat terlihat anggun. Aku jatuh hati
tatkala melihat matanya yang indah. Ahhh, aku pikir, beginilah rasanya cinta pada pandangan
pertama.
Siapakah dia? Aku tak pernah melihat dia sebelumnya. Namun, senyumnya
mampu membuatku terpikat hanya dengan sekali tarikan saja.
Takdirku sedang baik siang ini. Aku melihat gadis bermata indah itu
lagi. Aku takkan menyia-nyiakan kesempatanku.
Kali ini, aku menghampirinya.
"Assalamualaikum." Sapaku.
"Waalaikum salam." Dia menatapku, suaranya terdengar mesra,
tatapannya terlihat syahdu, lidahku kelu, aku tak pernah bisa berhenti
menatapnya.
"Maaf, ada apa?" Ulangnya. Aku tersadar dari lamunanku, aku
tersenyum lalu mengulurkan tanganku.
"Aku Muhammad, bolehkah aku tahu namamu?" Tanyaku. Dia
menyatukan tangannya di depan dada, "Aku Aisyah." Jawabnya, dengan
seuntai senyum di bibirnya.
Sejak saat itu, aku merasa mulai mencintainya, mencintai dalam diam. Aku
selalu mengamatinya tanpa dia tahu. Aku menyukai caranya berbicara. Aku menyukai
caranya bersosialisasi, dan dia senantiasa kumasukkan dalam doa di sepertiga
malamku. Aisyah, indah namamu seperti melodi yang mengalun di setiap nadiku, di
setiap embusan nafasku. Aku mencintaimu dalam diamku.
Ya Allah, apa aku dikatakan berdosa karena telah mencintai salah satu
hambamu? Jika iya, maka ampuni aku, ya Allah. Karena aku tak ingin bertaubat dari
dosa ini. Ya Allah, jika dia memang jodohku, tunjukkan aku ke arahnya, tunjukkan
aku ke dalam rida-Mu, ya Allah. Sebagaimana doaku meminang namanya, setiap
hari, setiap waktu, karena aku percaya cinta akan dipermudah jalannya jika
meminta kepada Sang Maha Cinta.
-Cinta adalah nafas yang dipuisikan menjadi doa seusai salam-
***
Perpustakaan sepi siang ini. Aku memilih duduk di pojokan ruang
perpustakaan karena nyaman. Aku memilih tenggelam bersama buku di tanganku
hingga suara bising menggangguku.
“Maaf, mbak. Ini sudah prosedurnya.” Ujar petugas perpustakaan.
“Tapi mas, saya hanya ingin mengambil tas saya. ID card saya ada di sana,
mas.” Ujar gadis itu. Aku menghampiri mereka.
“Maaf, mas. Ini ID card saya, saya jaminannya, perbolehkan dia
mengambil tasnya.” Aku berusaha menengahi mereka.
Gadis itu berlalu mengambil tasnya. Aku kembali duduk dan tenggelam
dalam bacaanku.
“Terima kasih.” Suara itu membuyarkan kegiatanku. Suara yang sangat
aku kenal, suara yang sudah menjadi candu di telingaku. “Aisyah.” Lirihku. Aku
mendongak, benar saja, aku melihat Aisyah di depanku. “Sama- sama.” Jawabku. Aku
tak bisa mengalihkan pandanganku. “Allah.” Ucapku dalam hati. Aku tak bisa
terus menerus begini. Aku menyiksa diriku dengan dosa. Allah, beri aku petunjuk
jika dia merupakan yang terbaik untukku. Tuntunlah aku ke arahnya.
***
“Muhammad Albert Al-ammar, maukah engkau menuruti permintaan Umi?”
“Apapun yang Umi minta akan kuusahakan.”
“Makan malam nanti, bisakah kau menemani Umi? Umi akan mengenalkan seseorang kepadamu.” Aku hanya bisa mengiyakan. Bagaimanapun juga permintaannya menjadi tanggung jawab untukku.
***
“Assalamualaikum.” Umi menyapa temannya. Teman yang katanya hendak
memperkenalkan anaknya kepadaku. Tapi
aku tidak melihat adanya sosok perempuan muda yang Umi bilang akan dikenalkan
dan dijodohkan denganku.
"Ini Muhammad?” perempuan berkerudung pink itu agak terkejut
ketika melihatku. “Ganteng yah, enggak sia-sia aku milih calon mantu." Lanjutnya
dengan senyuman manis di seberang sana. Aku hanya tersenyum kemudian menunduk
malu.
"Maaf, Umi. Aisyah telat." Ujar seorang wanita yang baru
saja sampai. Aku membelalakkan mataku, ini suara yang sangat aku kenal. Aisyah,
benar, itu Aisyah. Aku tak berani menatapnya. Aku hanya pasrah pada waktu entah
bagaimana.
"Ini Aisyah? Masyaallah, cantik sekali!" Ucap Umiku.
"Muhammad, kenalin, ini Aisyah."
"Muhammad sudah mengenalnya, Umi." Umi tampak kaget,
kemudian tersenyum dan bertanya, "Iyakah? Umi tak menyangka. Bagaimana menurutmu?
Apa kamu bersedia menerima perjodohan ini?"
"Muhammad bersedia jika Aisyah menerimanya Umi."
"Baiklah. Aisyah, apakah kamu menerima lamaran Umi, nak?"
"Aisyah ikut Abi dan Umi. Jika mereka rida, Aisyah bersedia."
Semua keluarga tersenyum bahagia. Lantas bagaimana denganku? Aku orang yang
paling bahagia di sini. Allah, terimakasih telah mengijabah doaku. Engkau telah
tunjukkan arahku kepadanya, cinta yang kusembunyikan dalam diamku berakhir
manis dipelukan.
Aisyah POV:
Muhammad Albert Al-ammar, Ali yang Fathimah dambakan. Muhammad yang
Aisyah muliakan. Dan Yusuf yang Zulaikha cintai, dan hari ini aku melihat
kebenaran cerita dari ketiga bidadari surga yang aku kagumi. Fathimah yang
mencintai Ali dalam diam, Aisyah yang sangat mencintai Muhammadnya walau banyak
rintangan, dan Zulaikha yang menjauhi Yusuf karena pertentangan lalu Allah
dekatkan.
Muhammad POV:
Aisyah Kayla Huriana, gadis dengan tatapan paling syahdu yang pernah
aku temukan, yang menjadi candu dalam rapalan, dan menjadi topikku di setiap
malam dengan Rabku. Senyumanmu tak pernah memudarkan harapan. Suaramu selalu
terngiang dalam pendengaran. Dan langkah kakimu selalu menjadi melodi di
seluruh penjara bumi. Memilikimu ialah jawaban terindah dari Tuhan.
Situbondo,
2 Mei 2021
Oleh Shofwah Maulida, santriwati asal Situbondo, Ma’hadul Quran no. 03.
Gambar oleh Pezibear dari Pixabay
0 Komentar: